Kasus berbisnis tidak beretika I
Hyundai Motor Company melakukan pengakhiran penjanjian
sepihak atas pasokan suku cadang kendaraan niaga kepada PT Korindo Heavy
Industri (KHI). Ulah Hyundai itu telah membuat KHI menggugat Hyundai ke PN
Jakarta Selatn dengan nilai tuntutan total Rp 1,46 triliun.
Direktur KHI Seo Jeong Sik melalui kuasa hukumnya, Hotma Sitompoel & Associate mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pemutusan kontrak oleh Hyundai telah melanggar hukum, khususnya pada KUH Perdata Pasal 1338, dan 1365. Hyundai juga melanggar keputusan Menteri Perindustrian No 295/M/SK/7/1982 tentang keagenan tunggal. Perusahaan otomotif asal Korea Selatan ini juga menentang peraturan Menteri Perdagangan tentang ketentuan dan tata cara penerbitan surat perdaftaran agen.
"Pengakhiran pasokan suku cadang tidak ada alasan. Kami juga telah mengirimkan surat namun tidak pernah direspons. Perseroan juga melanggar etika bisnis yang baik, karena selama ini klien kami selalu mememuhi kewajibannya dengan maksimal," kata Hotma Sitompoel di kantornya, Jakarta, Jumat (16/3/2012).
KHI mengaku telah menelan kerugian tinggi, karena selama ini perseroan telah melakukan investasi bentuk lahan gedung, pabrik, mesin dan alat pendukung penjualan. Nilai kerugian materil mencapai Rp 1,26 triliun sedangkan kerugian immateril Rp 200 miliar. Hingga Hyundai diwajibkan membayar ganti rugi total Rp 1,46 triliun.
"Sampai dengan tuntutan ini selesai kami minta agar dilakukan sita jaminan terhadap semua aset dan setiap hak tagih Hyundai yang ada di Indonesia," tambahnya. Mediasi telah coba dilakukan kepada Hyundai namun tidak ada itikad baik dari produsen otomotif asal Korea itu. "Hyundai terbukti tidak menghormati hukum di Indonesia. Langkah ini juga menjadi pembelajaran bagi perusahaan asing agar menghormati perjanjian yang dibuat di Indonesia. Pemerintah harusnya bisa menaruh perhatian terhadap kasus dengan pola seperti ini," tegas Hotma.
Menurut Seo Jeong Sik, perjanjian KHI dengan Hyundai bersifat rolling per tahun dimana setiap 16 Juni dilakukan perpanjangan. Kontrak perdana diantara keduanya 16 Juni 2006 dan terbukti hingga 2010 penjualan suku cadang terus meningkat.
"Mereka diam-diam mengakhiri dan tidak ada masa peralihan sebelum kontrak berakhir bahwa akan ada pemutusan. Mereka telah hentikan mulai September 2010 atau pada masa kontrak," tutur Kuasa Hukum KHI, Husin Wiwanto. Seo Jeong Sik menegaskan, dengan pemutusan perjanjian ini karyawan KHI pun terpaksa di-PHK. Sementara itu, ekitar 400 karyawan dirumahkan dan kini menyisakan 90 orang.
Direktur KHI Seo Jeong Sik melalui kuasa hukumnya, Hotma Sitompoel & Associate mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pemutusan kontrak oleh Hyundai telah melanggar hukum, khususnya pada KUH Perdata Pasal 1338, dan 1365. Hyundai juga melanggar keputusan Menteri Perindustrian No 295/M/SK/7/1982 tentang keagenan tunggal. Perusahaan otomotif asal Korea Selatan ini juga menentang peraturan Menteri Perdagangan tentang ketentuan dan tata cara penerbitan surat perdaftaran agen.
"Pengakhiran pasokan suku cadang tidak ada alasan. Kami juga telah mengirimkan surat namun tidak pernah direspons. Perseroan juga melanggar etika bisnis yang baik, karena selama ini klien kami selalu mememuhi kewajibannya dengan maksimal," kata Hotma Sitompoel di kantornya, Jakarta, Jumat (16/3/2012).
KHI mengaku telah menelan kerugian tinggi, karena selama ini perseroan telah melakukan investasi bentuk lahan gedung, pabrik, mesin dan alat pendukung penjualan. Nilai kerugian materil mencapai Rp 1,26 triliun sedangkan kerugian immateril Rp 200 miliar. Hingga Hyundai diwajibkan membayar ganti rugi total Rp 1,46 triliun.
"Sampai dengan tuntutan ini selesai kami minta agar dilakukan sita jaminan terhadap semua aset dan setiap hak tagih Hyundai yang ada di Indonesia," tambahnya. Mediasi telah coba dilakukan kepada Hyundai namun tidak ada itikad baik dari produsen otomotif asal Korea itu. "Hyundai terbukti tidak menghormati hukum di Indonesia. Langkah ini juga menjadi pembelajaran bagi perusahaan asing agar menghormati perjanjian yang dibuat di Indonesia. Pemerintah harusnya bisa menaruh perhatian terhadap kasus dengan pola seperti ini," tegas Hotma.
Menurut Seo Jeong Sik, perjanjian KHI dengan Hyundai bersifat rolling per tahun dimana setiap 16 Juni dilakukan perpanjangan. Kontrak perdana diantara keduanya 16 Juni 2006 dan terbukti hingga 2010 penjualan suku cadang terus meningkat.
"Mereka diam-diam mengakhiri dan tidak ada masa peralihan sebelum kontrak berakhir bahwa akan ada pemutusan. Mereka telah hentikan mulai September 2010 atau pada masa kontrak," tutur Kuasa Hukum KHI, Husin Wiwanto. Seo Jeong Sik menegaskan, dengan pemutusan perjanjian ini karyawan KHI pun terpaksa di-PHK. Sementara itu, ekitar 400 karyawan dirumahkan dan kini menyisakan 90 orang.
Whery Enggo Prayogi - detikfinance
Dalam menanggapi kasus ini dapat kita lihat bahwa
masalah pokok tertuju pada hal komunikasi yang dijalin antara kdua belah pihak
tidak sampai dengan baik, terlebih pihak perusahaan otomotif Hyundai tidak
menunjukkan keseriusannya menghadapi masalah terbut yang justru akan berdampak
bagi pihak hyundai. Seharusnya kedua belah pihak bertemu dan melakukan perundingan yang menunjukan keseriusan dan menyertai dalam lindungan hukum.