Kamis, November 28, 2013

Bisnis Pertambangan dan Perkebunan

Kasus etika berbisnis II

Badan Pemeriksa Keuangan memberikan laporan hasil pemeriksaan (LHP) tahun 2011 untuk 26 perusahaan tambang dan perkebunan yang diduga melakukan sejumlah tindak pidana ke Badan Reserse Kriminal Polri, Jakarta Selatan, Selasa (26/2/2013). Ke-26 perusahaan tersebut diduga telah merugikan negara Rp 90,6 miliar dan 38.000 dollar AS.

"Pemeriksaan ini menemukan 29 temuan yang melibatkan 26 perusahaan dengan angka potensi kerugian negara Rp 90,6 miliar dan 38.000 dollar AS," ujar anggota IV BPK, Ali Masykur Musa, di Bareskrim Polri, Selasa. Dia mengatakan sejumlah perusahaan itu melakukan pelanggaran dengan tiga cara yang berbeda.
Pertama, kata Ali, adalah penyalahgunaan dengan tidak memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan, dilakukan 22 perusahaan baik swasta maupun BUMN. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyatakan pelanggaran izin ini dapat dijerat hukuman 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp 5 miliar.
"Pasal 38 (UU Kehutanan) menyebutkan bahwa penggunaan kawasan hutan untuk pertambangan harus menggunakan izin pinjam pakai kawasan hutan dari Menteri Kehutanan. (Perusahaan-perusahaan) ini tidak (melengkapi izin)," kata Ali. LHP BPK menyebutkan pelanggaran ini dilakukan antara lain oleh  perusahaan KBI, FPI, dan CKA di Kota Waringin, kemudian JSP dan ZI di Kalimantan Tengah.

Pelanggaran kedua, kata Ali, terkait dengan izin pemanfaatan kayu (IPK) dan land clearing di kawasan hutan untuk perkebunan sawit. Empat perusahaan, ujarnya, mendapatkan IPK tanpa ada keputusan pelepasan hutan. "Itu melanggar SK Menteri Kehutanan (yang mengatur) IPK diterbitkan setelah ada izin pelepasan kawasan hutan. Jadi, tidak ada izin sama sekali," katanya. Kemudian, pelanggaran ketiga terkait penerbitan surat keterangan sahnya kayu bulat. Hal itu dilakukan di sebuah perusahaan di Halmahera Timur. "Untuk kayu bulat sebanyak 119.000 kubik senilai Rp 58,1 miliar tidak sah. Memiliki potensi kerugian negara," ujarnya.

Ali menjelaskan, 26 perusahaan tersebut sebagian besar adalah perusahaan swasta, sedangkan perusahaan BUMN yang masuk dalam temuan ini salah satunya AT. Di samping itu, Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Sutarman mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti laporan BPK tersebut. "Hasil tadi adalah audit untuk ditindaklanjuti dari aspek penegakan hukum mulai dari penyelidikan hingga penyidikan," katanya.

KOMPAS.com

Dalam menyikapi kasus ini perusahaan yang tergolong berskala besar memang memungkinkan adanya perbuatan yang menyalahi aturan dari segi apapun walaupun hal yang kecil itu merupakan sudah menjadi hal yang sering terjadi. Penyalahgunaan pemanfaatan dari hasil bumi seharusnya dapat bisa ditekan karena sebelum dibangunnya industry tersebut mereka harus mengantongi izin usaha yang sah, agar tidak menyalahi etika dalam berbisnis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar